Revisit: Rock Musick Parade, BB's Cafe Menteng, 27 April 2003
Sebuah event kecil namun berdampak besar, paling tidak bagi saya.
Sekitar 2002-2003 sedang ada pergerakkan band-band baru di Jakarta dan BB’s Cafe di area Menteng, Jakarta Pusat menjadi salah satu biangnya. Seringai, The Brandals, The Upstairs, The Adams, White Shoes & the Couples Company sampai Superman is Dead adalah sebagian dari band-band yang tampil di tempat ini sebelum menjadi besar seperti sekarang.
Sebagian besar acara di tempat ini diinisiasi oleh Eunice Nuh, di kemudian hari dikenal juga sebagai pendiri Provoke dan penggiat senirupa.
Banyak cerita terjadi di tempat ini, mulai dari bir bercampur air seni yang membuat pertengkaran vokalis band sampai pemain bass sebuah band rock yang mengecilkan volume karena mainnya masih berantakkan.
Marcel Thee sendiri Setelah beberapa kali hadir di BB’s Cafe dan dengan antusias bercerita mengenai band “stoner rock” Seringai sampai aksi panggung Eka Annash bersama The Brandals; Marcel Thee mengutarakan niatnya kepada saya untuk bikin event juga di tempat itu.
Setelah berkonsultasi dengan Eunice Nuh dan menghubungi venue, kami kemudian mulai mempersiapkan desain dan line up. Ada beberapa versi flyer yang beredar online dan ada versi cetak. Salah satunya adalah versi nyomot gambar dari manga Jojo’s Bizzare Adventure yang sempat dicetak dan dibagikan di event BB’s Cafe lain seminggu sebelumnya. Sayangnya saya tidak menyimpan file maupun cetakannya.
Berbekal perkenalan akhirnya ditetapkan penampil adalah Sajama Cut, Seringai (saat itu masih dengan formasi Toan sebagai pemain bas yang tidak bertahan lama), Snorg (band saya saat itu), Henry Foundation (di kemudian hari ia membentuk Goodnight Electric, Toilet Sounds (band grunge yang menjadi favorit kami) & DJ Kita alias kita-kita aja yaitu David Tarigan.
Organiser kami sebut Gamera yang diambil dari nama kaiju kura-kura raksasa di budaya pop Jepang.
Sebuah set penampil yang dijamin bikin penuh ruangan besar jika diadakan hari ini. Tapi saat itu, dikarenakan masih baru mulai maka banyak hal yang luput dari perhatian. Jam mulai terlalu pagi, dan pengaturan set yang kurang baik.
Bikin acara jadi acak-acakan dan memunculkan beberapa improvisasi, salah satunya adalah penampilan tiba-tiba dari trio seniman. Alm Andry Mochamada, Moch. Akbar (saat ini dikenal sebagai motion visual artist), & Meizal Rossi (saat itu hobby menggambar dan sempat punya band, saat ini dikenal sebagai pemilik tempat sarapan di Bandung). Alm. Andry dan Moch Akbar saat itu bercerita kalau mereka sedang mempersiapkan proyek musik yang akan disebut A Stone A.
Saya saat itu berperan sebagai MC dan host, mengambil inisiatif untuk aktifitas: random jam. Mengajak trio tadi dan satu orang drummer dadakan dari penonton bernama Danny. Yang saat itu membantu Snorg juga sebagai drummer.
Danny ini punya band grunger bernama Suck Me.
Panggung pre-A Stone A itu sungguh merupakan pengalaman audio visual art house tiada dua. Sayang sekali tidak ada dokumentasi video, saat itu Andry membawa karyanya berupa “tirai” yang disablon manual dan entah mengapa dia bisa membawa pestol laser mainan. Beraksi masing-masing memunculkan suara-suara tak terduga yang tak terlupakan sampai sekarang.
Sementara itu, Marcel Thee dan team lain sibuk bagi-bagi flyer ke orang-orang yang lewat di depan cafe. Berusaha mendatangkan lebih banyak pengunjung untuk masuk, walau akhirnya banyak teman milih nongkrong di depan saja, karena harga tiket Rp.35.000,- saat itu dirasa cukup mahal. Buat gambaran, tahun itu harga kaset band independen
rata-rata di harga Rp.15.000,-.
Urutan acara berikutnya saya lupa, tapi saya ingat memainkan bebunyian lewat gitar beberapa “lagu” yang sudah saya lupa. Saya kemudian teringat dengan jelas Henry Foundation memainkan beberapa lagu tentang Mesin Fax dan sebuah komposisi dengan lirik “Aku ganteng kamu tidak…”. Memang seniman sejati.
Gue ingat kagum pas Seringai loading alat, karena crew mereka udah spt profesional dan mereka bawa stack amplifier sendiri. - Marcel Thee mengenang event tersebut.
Ada satu momen tampaknya si Toan lupa lagu dan sedang diingatkan oleh personel yang lain.
Sementara itu Sajama Cut di tahun itu sedang dalam masa transisi dari band penuh distorsi dan aransemen ribet progresif menjadi indie rock yang penuh melody dan jangly guitar. Dua tahun sebelum merilis Osaka Journal, mereka merilis banyak demo yang disebarkan ke berbagai orang dan tempat.
Gue inget formasi kita super minimalis, cuma gue, Beta dan Opi, dan kita main beberapa lagu campuran dari lagu-lagu Apologia & beberapa lagu yg akhirnya ada di Osaka Journal - sambung Marcel Thee
Oh gue juga inget ada suprise guest, yaitu anak-anak SID (Superman is Dead) yang lagi main ke Jakarta. Lalu mereka kita rayu untuk main, tapi pakai alat-alat kita yang super butut itu. Dan mereka main dengan keren, meskipun cuma 3 lagu dengan spontan.
Superman is Dead saat itu kebetulan sedang di Jakarta untuk keperluan negosiasi merilis album lewat major label.
DJ Kita mulai memainkan set, kemudian di penghujung acara Jerink bertanya: saya punya projekan nih, namanya Devil Dice, boleh maen ga?
Oh silahkan kata saya. dan Devil Dice pun bermain di lantai tengah dan DJ Kita di lantai lainnya. Akhirnya setelah lewat tengah malam acara berakhir dan acara yang penuh improvisasi ini adalah awal pertemanan dengan banyak orang sampai sekarang.
Kalau penasaran bagaimana suasana BB’s masa itu, ini ada satu video yang bisa menggambarkan. Eunice Nuh adalah perempuan dengan baju garis-garis di video ini.